BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana banjir merupakan
permasalahan umum terutama di daerah padat penduduk pada kawasan perkotaan,
daerah tepi pantai atau pesisir dan daerah cekungan. Masalah banjir bukanlah
masalah baru bagi Kota Solo, tetapi merupakan masalah besar karena sudah
terjadi sejak lama dan pada beberapa tahun terakhir ini mulai merambah ke
tengah kota. Hal tersebut di atas terjadi dikarenakan adanya faktor alamiah dan
perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan.
Sementara itu proses terjadinya
banjir sendiri pada dasarnya dikarenakan oleh faktor antroposentrik, faktor
alam dan faktor teknis. Faktor antroposentrik adalah aktivitas dan perilaku
manusia yang lebih cenderung mengakibatkan luasan banjir semakin meningkat.
Sedangkan pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa
menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga
berkurang.
1.2. Tujuan
a. Menjelaskan
definisi dan teori terjadinya banjir.
b.
Mengetahui penyebab terjadinya banjir.
c.
Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem
polder.
d.
Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem-sistem
lainnya.
e.
Menjelaskan solusi persoalan banjir.
f. Mengetahui
cara antisipasi bencana banjir.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Banjir
a.
Pengertian
Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat
berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh meningkatnya volume air
di sungai atau danau sehingga air keluar dari bendungan atau batas
alaminya. Banjir umumnya terjadi karena saluran air yang ada tidak mampu
menampung limpahan air, pada daerah yang relatif datar dan dekat daerah aliran
sungai (DAS). Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang
berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
b.
Teori
Terjadinya Banjir
Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti
selokan, saluran, drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran
serta kawasan sekitarnya (Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa
banjir merupakan keadaan aliran air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau
kali atau kanal yang lebih besar atau lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan
masalah dan menjadi bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud adalah hujan dan pengaruh air pasang
(rob), sedangkan faktor manusia adalah pengaruh perilaku dan perlakuan
masyarakat terhadap alam serta lingkungannya yang antara lain mengakibatkan
perubahan pada tata guna lahan. Perubahan penggunaan lahan, dapat memberi
dampak pada aliran permukaan (run-off).
Air hujan yang jatuh ke bumi, menurut Kodotie dan Sjarief
(2006: 165-166), akan mengalami dua hal : meresap ke dalam tanah; atau menjadi
aliran permukaan di atas tanah. Kecepatan aliran permukaan berkisar antara 0,1
m/s – 1 m/s, tergantung pada kemiringan lahan aliran dan penutup lahan.
Kecepatan air yang meresap ke dalam tanah tergantung pada jenis tanah. Pada
lahan dari jenis tanah lempung (clay), kecepatan aliran atau resapan di dalam
tanah sangat kecil. Pada tanah jenis pasir kecepatan aliran atau resapan lebih
besar dari tanah lempung.
2.2. Penyebab Terjadinya Bencana Banjir
Apabila diklasifikasikan berdasarkan asalnya, penyebab
banjir dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: banjir akibat tindakan manusia dan
akibat kejadian alam. Berikut ini beberapa penyebab banjir akibat tindakan
manusia.
·
Perubahan
tata guna lahan (land-use).
·
Pembuangan
sampah
·
Kawasan
kumuh di sepanjang sungai/drainase
·
Perencanaan
sistem pengendalian banjir tidak tepat.
·
Penurunan
tanah dan rob
·
Tidak
berfungsinya sistem drainase lahan
·
Bendung
dan bangunan air
·
Kerusakan
bangunan pengendai banjir
Kemudian yang termasuk sebab – sebab alami diantaranya
adalah :
·
Erosi
dan Sedimentasi
·
Curah
Hujan
·
Pengaruh
fisiografi/geofisik sungai
·
Kapasitas
sungai dan drainase yang tidak memadai
·
Pengaruh
air pasang
·
Penurunan
tanah dan rob
·
Drainase
lahan
Bencana banjir dapat diakibatkan oleh faktor alam dan
juga disebabkan karena ulah manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat seperti
permalahan bencana banjir akibat luapan Sungai Citarum di wilayah
Kabupaten Bandung yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dalam beberapa
hari sehingga membuat air dalam sungai meluap. Selain itu hal ini juga tidak
lepas dari terjadinya penyempitan kali yang disebabkan bangunan di bantaran
kali memberi kontribusi penyebab banjir.
Banjir terjadi juga dapat terjadi karena air limpasan
“macet”. Macetnya air limpasan terjadi karena kapasitas air limpasan melebihi
saluran yang dapat menampungnya dan kecepatan mengalirnya air di saluran tidak
lebih cepat dari curah hujan. Dalam istilah teknik ini yang disebut Debit
Air. Debit air adalah volume air yang mengalir per satuan waktu, dengan
satuannya m3/detik. Macetnya air limpasan bisa terjadi karena debit air hujan
> debit air di saluran. Volume air hujan per detik lebih banyak daripada
volume air per detik yang dapat dialirkan lewat saluran. Oleh karena itu air
meluap dari saluran ke jalan, bahkan bila luapannya terlalu tinggi air akan
masuk ke pemukiman. Dan air limpasan ini pada akhirnya mengalir ke sungai.
Luapan sungai Ciliwung (untuk kasus Jakarta) sudah pasti mengakibatkan banjir
di daerah aliran sungai.
Selain itu penyebab air adalah semakin minim resapan
air, karena semakin hari semakin banyak pembangunan terutama di Kota-kota
besar. Pembangunanpembangunan seperti Gedung, mall, pemukiman, bahkan
jalan-jalan di kampung yang diubah menjadi beton akan mengurangi resapan air.
Daerah rawa yang tadinya berfungsi sebagai daerah resapan air diubah menjadi
pemukiman beton. Karena itu tidak heran banjir di Kota Besar semakin tahun akan
makin parah, karena resapan air makin tahun makin berkurang, yang menjadikan
ini sebagai dampak negatif dari pembangunan. Oleh karena itu penting untuk
memahami hal ini sebelum menyusun solusi untuk mengatasi banjir.
Banjir bandang seperti di Daerah Wasior Propinsi Papua
dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya ekologis, yang didalamnya akibat
pembabatan hutan, legal maupun illegal. Banjir memang dipicu oleh hujan.
Sekalipun tanpa hujan, banjir bandang ini bisa saja terjadi akibat jebolnya DAM
atau bendungan yang menahan genangan air. Hal yang kadang kurang luput dari
pengamatan kita berkaitan dengan hak perlindungan dan keselamatan adalah early
warning atau peringatan dini. Sebagai upaya kesiapsiagaan menghadapi ancaman
bencana. Selain juga, pengetahuan tentang ancaman bencana yang ada, kemampuan
meminimalisasi risiko dan kesiapan menghadapi kondisi kritis (emergency).
Banjir yang kerap melanda berbagai wilayah di
Indonesia juga dapat disebabkan karena sistem drainasi di wilayah tersebut yang
buruk. Serta perkembangan pemukiman yang tidak terkendali di daerah sekitar
aliran sungan yang menyebabkan meningkatnya volume sampah yang dibuang ke badan
sungai.
Penyebab dari bencana banjir baik yang disebabkan alam
dan ulah manusia sebenarnya memperlihatkan bahwa kurangnya kesadaran manusia
itu sendiri akan pentingnya menjaga lingkungan.
2.3. Menanggulangi
Banjir dengan Sistem Polder
a. Pengertian Sistem Polder
Polder adalah
sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis artifisial yang
dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan
air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke
badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya
air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul
yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air,
dinding batu, bisa juga berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih.
Polder juga bisa diartikan sebagai
tanah yang direkalamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut
atau muara sungai, dan juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase
hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir
dengan kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam
retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan
sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga
elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem
drainase yang terkendali.
b. Sejarah Sistem Polder
Sistem polder ini telah direncanakan
oleh Herman van Breen dan tim (dengan banjir kanal barat dan timur) ketika
merancang kota sebagai respon terhadap banjir besar yang melanda Batavia tahun
1918. Namun sayangnya rencana yang bagus ini belum bisa terealisasi sepenuhnya
hingga saat ini. Di Jakarta sendiri sistem polder ini sebenarnya sudah
diterapkan di kawasan perumahan elit di tepi laut Jakarta Utara.
Polder identik dengan negeri kincir
angin Belanda yang seperempat wilayahnya berada di bawah muka laut dan memiliki
lebih dari 3000 polder. Sebelum ditemukannya mesin pompa, kincir angin
digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke polder lain yang lebih
tinggi. Bicara tentang banjir kita perlu banyak belajar dari negara ini yang
sudah kenyang bergulat memerangi banjir sejak abad ke-17 karena morfologi
alamnya sebagian besar yang berupa rawa dan dataran rendah.
Di negara ini, ancaman banjir datang
secara rutin dari laut melalui gelombang pasang dan ganasnya badai Laut Utara,
ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan Rijn akibat mencairnya es di hilir
sungai pada akhir musim dingin. Sistem polder dipakai untuk mengeluarkan air
dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di wilayah delta dan daerah
aliran sungai. Di negara ini, rencana penanganan banjir ditetapkan pada level
nasional, provinsi, dan kotapraja. Terdapat Badan Manajemen Air yang sejajar
dengan pemerintahan lokal dan berperan khusus dalam perencanaan, manajemen
aktivitas yang berkait dengan air, juga upaya mitigasi bencana banjir. Upaya
penanganan banjir juga melibatkan masalah penyediaan perumahan, tempat kerja,
suplai air minum, pertanian, lingkungan ekologis, galian mineral, bahkan
pariwisata dan rekreasi. Sungai Rijn (Rheine) yang menyebabkan banjir adalah
lintasan jalur wisata perahu pesiar yang bermula di Swis, melewati Jerman, dan
berakhir di Belanda.
Berkaitan dengan aspek ruang,
bermacam kemungkinan terjadinya banjir (ketinggian, daerah tergenang) dari
beragam periode ulang (return period) dikaji untuk menentukan
sistem pengaliran air dan batas polder. Ada beberapa daerah di sekitar badan
sungai yang memang disiapkan untuk digenangi ketika banjir besar (periode yang
lebih lama) melanda. Daerah ini biasanya dimanfaatkan untuk fungsi pertanian
atau daerah hijau. Ketentuan sempadan sungai dan tanggul juga diterapkan untuk
menjamin tidak ada bangunan pada daerah tersebut. Kontrol pada pemanfaatan lahan
agar sesuai dengan peruntukannya amatlah ketat, dimulai dari kelayakan pada
saat perijinan, pengawasan rutin, hingga penggunaan foto udara kawasan. Selain
ditunjang sumberdaya manusia, teknologi, dan finansial, upaya penegakan hukum
dan peraturan merupakan salah satu kunci keberhasilan penanggulangan banjir di
negara ini.
Untuk menerapkan sistem polder di
Jakarta, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Ø Pertama, pemanfaatan
lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling tidak sepanjang
bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari bangunan dan permukiman
liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir. Alternatif
pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan. Berkait dengan tata ruang
secara umum, penegakan ketentuan tata ruang seperti guna lahan (land use) dan
koefisien dasar bangunan (KDB) juga harus benar-benar dilaksanakan, tidak
sekadar menjadi proyek untuk menghabiskan anggaran pemerintah.
Ø Kedua, ketika semua
air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga perlu
diperhatikan. Bukan tidak mungkin gelombang pasang akan membanjiri kota melalui
kanal banjir yang ada. Mungkin saja diperlukan pintu atau gerbang kanal yang
bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.
Ø Ketiga, sistem
polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai, serta
kinerja mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder. Aspek perawatan
(sumber daya manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam bentuk
program kerja dan anggaran. Yang terjadi selama ini kita lebih pandai
mengadakan sarana dan prasarana publik ketimbang merawatnya.
Ø Keempat, resapan
air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah resapan mikro seperti taman,
kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah
mengurangi buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak resapannya ke dalam
tanah. Disini, peran arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting
untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk fungsi resapan seperti taman
rumput (bertanah) dan sumur resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas
namun jika banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru kota tentu akan
memberikan kontribusi yang signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam
tanah. Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang
konsekuensinya jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang lama, baik
untuk pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan
mesin-mesin dan peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya
non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya membangun
kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air, memperbanyak penanaman
pohon, menggunakan perkerasan grass-block dan paving-block yang
permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih
berguna untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir yang
bisa datang setiap tahun.
c. Konsep
1) Konsep Sistem
Polder
a)
Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu
badan air atau daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi
daripada elevasi di sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi
kawasan tersebut dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang
perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai
pelindung di sekitarnya. Jenis – jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah,
tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk
secara alamiah dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai
di pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang
sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran
wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul
beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton
agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan
tanah ( DPT ).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang
didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan
perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga seringkali dapat
difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.
b)
Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang
dapat menampung atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan
pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu kolam alami dan kolam non alami.
ü Kolam alami
yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah terdapat
secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan
penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai
kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan
sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan,
juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan
sepak bola ( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di
taman rekreasi dan kolam rawa.
ü Kolam non
alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan
kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan
lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang
masuk ke dalam inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang
telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow)
pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit
banjir dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
2) Konsep
Pengeringan Polder
a) sistem Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan
untuk mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction
jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah
menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau
diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang
bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu
daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup
datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi.
Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus
disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa yang
menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal, sedangkan
pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa
submersible.
Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan
pompa dan pengaruh kehilangan tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang
dibutuhkan. Selain itu perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan
pompa yang akan digunakan semakin besar volum tampungan yang tersedia, semakin
kecil kapasitas pompa yang dibutuhkan dan sebaliknya.
b) Pompa
Pompa Drainase Perkotaan ( Stormwater Pumping ) adalah
pompa air yang umum dipakai untuk membantu mengalirkan aliran dari satu bidang
ke bidang lainnya yang lebih tinggi. Jenis Pompa yang ada dan biasa
dipergunakan adalah sebagai berikut :
·
Poros Tegak ( Vertikal propeiier and mixed flow)
·
Pompa dalam air ( Submersible vertical dan horizontal
)
·
Centrifugal (horizontal non –clog )
·
Skrup (screw)
·
Volute or Angle flow ( Vertical)
Secara umum pompa-pompa tersebut adalah pompa yang
menggunakan tenaga listrik tetapi ada juga yang menggunakan diesel.
Pengoperasian pompa pada system folder lebih
ditentukan oleh kondisi Muka Air di waduk/long storage /kolam yang disebabkan
oleh hujan atau buangan domestik. Pompa ynag alirannya dibuang ke Laut akan
sedikit berbeda dengan yang dibuang di Kanal. Pompa yang membuang kelaut tidak
terlalu terpengaruh oleh pasang surutnya air laut., tetapi yang membuang ke
kanal umumnya perbedaan tinggi tanggul kanal dapat menjadi kendala.
Beberapa kondisi keduanya adalah sebagai berikut :
1) Pemompaan
dari polder ke laut Kondisi muka air di waduk sbb:
·
Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak hujan,
pompa diistirahatkan untuk dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas,
pengecekan kelancaran arus listrik dari sumber dan panel.
·
Muka Air naik karena buangan air domestik masuk
biasanya waktu pagi dan sore hari. Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk
kembali normal.
·
Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi
muka air terjadi kenaikan.
·
Terjadi hujan lebat diarea folder otomatis tinggi muka
air akan naik maka poma harus dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan
kondisi tinggi muka air menjadi normal kembali.
·
Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai
kering dan akan merusak baling – baling (propeller) rusak maka harus ditentukan
batas tinggi muka air terendah. Tinggi muka air terendah ini berada beberapa
centimeter diatas mulut bawah pompa.
·
Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka
air tanah. Sekalipun waduk dibuat dalam maka setelah dipompa muka air akan
kembali ke level normal lagi. Volume waduk yang operasional untuk musim kemarau
dimulai dari muka air normal sampai muka air maksimal. Untuk musim hujan volume
waduk operasioanal mulai darimuka air terendah mulut pompa sebab volume
tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai bsarnya debit yang masuk lewat inlet.
2) Pemompaan ke
kanal Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai prosedurnya sama denagan
ke laut. Hanya saja terkadang untuk meletakkan pompa terkendala oleh adanya
tanggul. Apalagi kalau diameter pompanya besar dapat mengganggu lalu lintas
diatasnya jika pompa harus diletakkan diatas tanggul.
c) Pemeliharaan
Pompa
Gedung instalasi sekalipun dibangun dengan konstruksi
beton bertulang tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh
untuk itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan Instalasi.
·
Secara berkala gedung harus dicat agar dari segi
estatika indah nyaman untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.
·
Sewaktu Pompa tidak dioperasikan periksa kellengkapa
saringan sampah dibagian depan pompa. Terutama dari sampah- sampah plastik yang
dapat merusak poros dan propeller pompa.
·
Untuk waduk yang ditumbuhi oleh gulma seperti eceng
gondok., bila perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi
komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, tikat serta mungkin dapat diolah
menjadi gas bio.
·
Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada
kabel yang putus karena termakan usia arau oleh binatang pengerat seperti tikus
dll.
·
Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan
sampai kering . Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan
Sistem polder (non gravitasi) adalah
suatu sistem dimana kawasan tersebut diisolasi terhadap pengaruh muka air
banjir/muka air laut pasang yang ada di luar kawasan reklamasi dan juga elevasi
muka air banjir yang terjadi akibat hujan lokal yang turun di dalam kawasan
tersebut dapat dikendalikan.
Komponen drainase sistem polder terdiri dari :
v Tanggul
berfungsi untuk mengisolasi kawasan tersebut terhadap limpasan/bocoran dari
luar sistem, seperti banjir dan air laut pasang.
v Pintu air
berfungsi untuk menahan air banjir/air laut pasang dari luar sistem agar tidak
masuk ke kolam retensi/saluran dan untuk menyalurkan debit banjir keluar sistem
pada saat terjadi kerusakan pompa dan muka air di luar sistem lebih rendah dari
muka air di dalam system.
v Pompa air
berfungsi untuk menyalurkan debit banjir ke luar sistem pada saat terjadi hujan.
v Kolam
retensi berfungsi untuk menampung debit banjir pada saat terjadi hujan.
v Jaringan
saluran drainase berfungsi untuk menyalurkan debit banjir dari seluruh sistem
ke kolam retensi/stasiun pompa.
Contoh polder:
Ø
Tanah yang
direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan dijadikan
kawasan tertentu.
Ø
Dataran banjir
yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul, rawa yang dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.
Tanah dasar berupa rawa yang dikeringkan akan surut seiring berjalannya
waktu, namun seluruh polder akan dengan cepat berada dibawah muka air di
sekitarnya bila terjadi kenaikan muka air, misalnya ketika pasang atau banjir.
Air di sekitar polder akan mulai meresap perlahan ke bawah tanggul dan keluar
ke permukaan di dalam lingkungan polder melalui aliran air tanah untuk
menyeimbangkan air tekanan air, sehingga lama2 polder akan tergenang. Ini
berarti polder mengalami kelebihan air yang harus dipompa keluar atau
dikeringkan dengan membuka pintu air pada saat muka air laut surut. Namun, pengaturan
muka air dalam tanah tidak boleh terlalu rendah. Tanah polder yang terdiri dari
peat / tanah turf(bekas rawa) akan memperlihatkan percepatan pemampatan akibat
dekoposisi tanah turf pada saat kondisi kering.
d. Manfaat Sistem Polder
Polder senantiasa berada pada bahaya banjir, dan tanggul yang
mengelilinginya harus dijaga. Tanggul-tanggul tersebut biasanya dibangun dengan
material yang tersedia di daerah tersebut. Tanggul dari pasir rawan runtuh
akibat oversaturation (tanah terlampau jenuh air), sementara
tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga
berpotensi tidak stabil pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat
menggali dan membuat terowongan dan sarang pada struktur tanggul. Polder
seringkali diketemukan di delta sungai
dan daerah tepi pantai, walaupun tidak selalu ada.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan
daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi.
Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi
cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di
dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian
rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar
kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran permukaan atau
kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh
sistem polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada
daerah tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan
kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder tidak bergantung pada permukaan
air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul dalam
operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem
polder.
Fungsi utama polder adalah sebagai
pengendali muka air di dalam sistem polder tersebut. Untuk kepentingan
permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi
banjir/genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika
terdapat kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu
dipompa keluar sistem polder.
2.4.
Menanggulangi Banjir dengan Cara Lainnya
a.
Metode
Struktur dan Non-struktur Pengendalian Banjir
Upaya pengendalian banjir dapat di bedakan menjadi dua
jenis yaitu : Upaya berwujud fisik atau metode struktur (structural measures)
dan upaya non-fisik atau metode non-struktural (non-structural measures).
Metode struktur adalah kegiatan penanggulangan banjir
yang antara lain meliputi kegiatan perbaikan sungai dan pembutan tanggul banjir
untuk mengurangi resiko banjir di sungai, pembuatan saluran (floodway) untuk
mengalirkan sebagian atau seluruh air, serta pengaturan sistem pengaliran untuk
mengurangi debit puncak banjir, dengan bangunan seperti bendungan, dan kolam
retensi.
Metode non-struktural adalah metode pengendalian banjir
dengan tidak menggunakan bangunan pengendali banjir. Aktivitas penanganan tanpa
bangunan antara lain berupa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) untuk
mengurangi limpasan air hujan, penanaman vegetasi untuk mengurangi laju aliran
permukaan di DAS, kontrol terhadap pengembangan di daerah genangan, misalnya
dengan peraturan-peraturan penggunaan lahan, sistem peringatan dini, larangan
pembuagan sampah di sungai, serta partisipasi masyarakat.
Gambar
2.2 Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Metode Non-Struktur
1)
Metode
Struktur
a)
Pengelolaan
Banjir dalam Konteks Tata Ruang Wilayah Sungai
Penanganan banjir merupakan suatu pekerjaan yang kompleks
yang tidak dapat dilakukan secara terpenggal-penggal atau bagian per bagian. Pekerjaan
ini menuntut pendekatan yang integral, karena menyangkut berbagai aspek. Aspek
fisik menyangkut karateristik sungai, tata guna lahan. Serta tingkah laku
sosial ekonomi masyarakat di wilayah itu, yang kesemuanya saling mempengaruhi
dan berdampak langsung terhadap tata air.
Dari aspek tata ruang, aliran sungi merupakan bagian atau
unsur dari ruang yang perlu mendapat tempat dan perlakuan yang layak dari
masyarakat sebagaimana halnya dengan jaringan infrastruktur lainnya seperti
jalan raya, jaringan drainase, sanitsi, dan jaringan utilitas lainnya.
Perlakuan yang salah terhadap sistem tata air dapat mengakibatkan bencana
seperti munculnya banjir atau bahkan kekeringan.
Dalam konteks tata ruang wilayah sungai (yang juga bisa
mencakup kawasan perkotaan di dalamnya), pengendalian banjir dan pemanfaatan
air secara garis besar dilakukan sebagai berikut:
·
Bagian
Hulu
Fungsinya sebagai penahan (retention) air hujan supaya run
off tidak langsung mengalir ke sungai, tapi masuk sebagian ke dalam tanah,
untuk menjadi bagian air tanah.
·
Bagian
Tengah
Fungsinya sebagai penyimpanan air (storage). Air hujan atau air sungai ditahan sementara untuk
menyimpan air pada saat musim hujan, dan dimanfaatkan pada saat musim kemarau,
dan juga sebgai pengisi air tanah.
Pemanfaatan ruang: waduk, situ, empang, balong, kolam,
embung, badan sungai, dan bantaran sungai.
·
Bagian
Hilir
Fungsinya sebagai genangan dan memerlukan pembuangan air
(drainage). Genangan air hujan yang ada di kawasan urban dialirkan melalui
saluran drainase ke badan sungai dan terus ke laut.
b) Program
Normalisasi Sungai dan Saluran
Pemerintah
melakukan normalisasi sungai adalah untuk
menciptakan kondisi sungai dengan lebar dan kedalaman tertentu sehingga sungai tersebut mampu
mengalirkan air sampai pada tingkat tertentu sehingga tidak terjadi luapan dari
sungai tersebut. Kegiatan normalisasi sungai berupa membersihkan sungai dari
endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai dalam menampung air
dapat meningkat. Ini dilakukan dengan cara mengeruk sungai tersebut di titik
titik rawan kemacetan aliran air.
Upaya
pemulihan lebar sungai merupakan bagian penting dari program normalisasi sungai. Pelebaran sungai
juga meningkatkan kapasitas sungai dalam
menampung dan mengalirkan air ke laut. Dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat karena
Jakarta menjadi tumpuan untuk mendapatkan
mata pencaharian, permukiman ilegal dapat ditemukan dimana-mana. Bantaran
sungai menjadi sasaran utama bagi rumah-rumah ilegal ini, karena dekat dengan
sumber air. Semakin banyak rumah yang dibangun di bantaran sungai-sungai yang
melewati Jakarta ini, akan semakin sempit sungai tersebut, dan semakin rendah
kemampuannya untuk menampung air dan semakin tinggi kemungkinan untuk
menimbulkan banjir dan genangan air di sekitar permukiman yang letaknya dekat
sungai.
c)
Antisipasi Pasang dan Pembuatan
Tanggul
Salah
satu tantangan besar yang dihadapi adalah banjir yang disebabkan oleh gelombang
pasang laut yang sering
disebut sebagai banjir rob. Banjir tersebut tidak saja disebabkan oleh kenaikan tinggi permukaan air laut
akibat pasang surut laut tetapi juga
karena banyak lokasi memang berupa dataran rendah
dengan ketinggian di bawah permukaan laut, sehingga bila terjadi gelombang pasang laut agak besar banjir
pun melanda pemukiman warga. Selain itu, ada tanda-tanda
bahwa lokasi-lokasi ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh
penyedotan air bawah tanah oleh penduduk
untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan untuk industri.
Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta telah membangun tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang,
Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan
2009 untuk melindungi warga dari
banjir rob. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter
dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 meter di atas
permukaan tanah. Jika terjadi pasang naik, limpahan air laut akan tertahan
tanggul beton dan tidak membanjiri
warga.
d)
Pembangunan Pompa
Pembangunan
Pompa disini dimaksudkan untuk mengalirkan genangan air ke laut. Pembangunan
pompa ini banyak dilakukan di tempat yang lokasinya berupa daratan rendah
dengan ketinggian di bawah permukaan laut. Selain memasang pompa-pompa yang
berkekuatan besar, juga dibangun sistem polder yang sering mengalami
penggenangan air.
Sistem
polder adalah suatu cara penangangan banjir dengan bangunan fisik yang terdiri
dari sistem drainase, kolam retensi (penahan), tanggul yang mengelilingi
kawasan, serta pompa dan atau pintu air sebagai satu kesatuan pengelolaan air
yang tidak dapat dipisahkan19. Semua elemen di atas memainkan peran penting
dalam melindungi wilayah dari banjir. Keunggulan sistem polder adalah
kemampuannya mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan
setempat dan naiknya air laut.
Kunci
utama sistem poder adalah tanggul atau waduk. Tanggul berfungsi untuk menahan
air dari luar area, sedangkan waduk berfungsi untuk menampung air baik dari
dalam maupun luar area. Pompa-pompa air berfungsi untuk membuang air dari dalam
waduk. Setiap saat air meninggi dengan cepat pompa akan mengalirkan air ke
laut.
2.5. Solusi Persoalan Banjir
Persoalan banjir merupakan persoalan bersama yang
harus dilakukan secara tepat dan baik demi kehidupan yang lebih baik dan
nyaman. Solusi persoalan banjir dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem
drainase kota yang dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah banjir. Melalui
penerapan lubang resapan dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi
air, sehingga air dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau
tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak banjir. Lebih jauh
lagi, sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya dan
seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta,
dapat dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi
lebih hijau, bersih, indah, nyaman dan aman.
Minimnya ruang terbuka hijau, membuat limpahan air
hujan langsung terbuang. Masalah ini dapat diatasi jika setiap bangunan
memiliki sumur resapan, sehingga air tidak melimpah ke sungai dan saluran air,
sekaligus juga menjadi cadangan air tanah.
Penghijauan Lingkungan sebagai area
resapan air dan paru-paru kota. Selain itu, ada juga Sewer System
yang dilengkapi tanki raksasa. Tanki raksasa itu digunakan sebagai penampung
cadangan guna mengantisipasi debit air yang berlebih. Solusi banjir juga dapat
dilakukan dengan pembangunan waduk dank anal. Serta yang tidak kalah penting
adalah menghargai lingkungan sekitar kita dan juga daerah aliran sungai seperti
jangan membuang dampah di daerah alisarn sungai. Karena itu penting memiliki
rencana strategis dalam menangani masalah banjir demi mengurangi dan
menghindari daerah dari bencana benjir.
Pencegahan Bencana Banjir
Ada dua jenis banjir, yakni banjir
daerah hulu dan banjir daerah hilir, yang pencegahan dan penanggulangannya
tentu berbeda. Selama ini pedoman dasar yang dipergunakan untuk pengelolaan
air, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah yang penting dapat dialirkan
menuju saluran, parit, sungai kecil, sungai besar dan seterusnya akhirnya ke
laut. Pedoman ini harus diganti dengan mengusahakan agar air hujan sebanyak
mungkin diresapkan ke dalam tanah dan sedikit mungkin mengalir di permukaan tanah.
Beberapa kesalahan
pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir dan longsor dikarenakan
rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan. Semua ini merupakan
kontribusi dari:
1)
Penggundulan, penebangan pohon, atau
pembalakan liar di wilayah hutan;
2) Kesalahan
pengelolaan pertanian lahan kering.
3) Tidak
ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang
sungai (besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.
4)
Di daerah perbatasan antara wilayah hulu
dan hilir, konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, perdagangan,
industri, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dan lain sebagainya yang
menyebabkan kapasitas resapan area menjadi jauh berkurang.
Untuk wilayah hulu yang
terkena banjir, banjir biasanya terjadi karena meluapnya sungai utama dan
jebolnya tanggul sungai yang melewati daerah-daerah tersebut. Daerah yang
terkena banjir meluas mulai dari pinggir sungai atau tanggul yang jebol sampai
ke wilayah tertentu yang posisinya lebih rendah. Banjir yang terjadi di Solo
dan Madiun akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo dan jebolnya tanggul sungai
merupakan contoh dari kasus banjir tipe wilayah hulu.
Pencegahan dan
penanggulangan banjir untuk wilayah hulu (atas) karena air luapan sungai utama
adalah:
(1)
Memperbaiki kondisi daerah aliran sungai
di wilayah hulunya sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak
menghasilkan debit air sungai yang sangat besar ketika periode musim hujan
tiba;
(2)
Memperbaiki kondisi hutan yang ada di
wilayah hulu;
(3)
Memperbaiki sistem pertanian lahan
kering yang ada di wilayah hulunya;
(4)
Menjaga dan memelihara kawasan
kanan-kiri sungai selebar 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama
sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.
Untuk mengendalikan
banjir yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika datang air
luapan dari sungai yang melaluinya, perlu:
(1)
Memperkuat tanggul-tanggul sungai agar
tidak mudah jebol;
(2)
Membuat sistem distribusi pengairan air
untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah lain tanpa menimbulkan perluasan
area banjir;
(3)
Meningkatkan kapasitas resapan air di
wilayah daerah banjir.
Sedangkan kesalahan
pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir di wilayah hilir (mendekati
pantai) adalah;
ü Tidak
ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai;
ü Penyempitan
area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan bagian dari
tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai permukiman penduduk;
ü Sistem
pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu menuju
ke laut;
ü Sistem
drainase bagian hilir (perkotaan) yang tidak efektif dan lambat mengalirkan air
ke laut, seperti saluran terlalu sempit dan sumbatan sampah;
ü Kurangnya
luasan daerah-daerah resapan air di wilayah perkotaan.
Penyebab banjir untuk
wilayah hilir atau daerah pantai, pengaruh laut terutama pasang-surut laut dan
ketinggian elevasi daratan sangat mempengaruhi. Meskipun air kiriman melalui
sungai besar tertentu dari wilayah hulu tetap sebagai pemicu banjir, namun
tanpa air kiriman itu wilayah hilir pun dapat juga mengalami banjir karena
hujan lokal yang intensif dengan iystem drainase yang buruk serta air yang
berasal dari pasang laut. Kasus banjir rob di wilayah pantai utara Jakarta merupakan
contoh dari kasus ini.
Beberapa prinsip atau
upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah hilir adalah:
(1)
Membangun sistem pengairan yang mampu
mengalirkan air hujan yang berkumpul di seluruh wilayah tersebut ke laut secara
cepat dan efektif;
(2)
Membangun sistem pengairan yang mampu
mengalirkan air sungai yang berasal dari wilayah hulu menuju ke laut;
(3)
Meningkatkan kapasitas resapan air di
seluruh wilayah hilir;
(4)
Mengendalikan atau mengurangi volume air
sungai yang berasal dari wilayah hulunya dengan cara memperbaiki kondisi daerah
aliran sungai wilayah hulunya atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar
tidak menghasilkan debit sungai yang besar ketika periode musim hujan tiba;
(5)
Menjaga dan memelihara kawasan
kanan-kiri sungai selebar sedikitnya 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai
utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.
Sedangkan untuk
mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hilir atau daerah pantai ketika
terjadi banjir adalah membangun tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air
pasang atau banjir rob, dan membangun sistem pemompaan air untuk memompa air
laut ke laut secara efektif.
2.6. Antisipasi Banjir
Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan
banjir, yaitu:
o
Pertama, memindahkan warga dari daerah
rawan banjir. Walau setiap tahun rumahnya terendam banji tetpi kebanyakan warga
tidak mau pindah dan tetap menetap di daerah yang rawan banjir itu sehingga
dapat menyusahkan diri sendiri.
o Kedua,
memindahkan banjir keluar dari warga. Normalisasi sungai, mengeruk endapan
lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda
permukiman warga.
o
Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Membangun
rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.
Secara normatif, ada dua metode
penanggulangan banjir, yaitu:
·
Pertama, metode struktur, yaitu dengan
konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan
banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan
pelebaran alur sungai, sistem polder, membuat sumur resapan yang bisa
bermanfaat bagi warga apabila terjadi kekeringan karena tedapat sumur resapan
sehingga air hujan bisa tertampung di sumur tersebut sertapemangkasan
penghalang aliran. Anggaran tak seimbang dalam pertemuan-pertemuan
antar pemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah
ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan
banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan
non-struktur secara simultan.
Bahkan, telah dibuat dalam
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam
implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat
sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan
banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan
dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.
·
Kedua, penanggulangan banjir dengan
metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya. Pertama, berupa
manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir,
membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi
banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir,
peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir,
serta kemungkinan asuransi bencana banjir. Kedua, berupa manajemen
di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian
perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai,
kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bencana banjir merupakan bencana yang
sering terjadi di wilayah Indonesia ini. Permasalahan banjir ini akan
mengakibatkan kerugian secara materiil, banjir menimbulkan kesan ketidak
nyamanan dan mengganggu aktivitas sehingga akan mengganggu pertumbuhan kota. Banjir
terdiri dari berbagai jenis banjir seperti banjir air, banjir cileuncang, banjir
bandang, banjir rob, banjir lahar dingin dan banjir lumpur. Bencana banjir
dapat diakibatkan oleh faktor alam dan juga disebabkan karena ulah manusia itu
sendiri. Bencana banjir dapat juga disebabkan faktor faktor akibat luapan
Sungai, sistem drainasi yang buruk, dari rusaknya ekologis, yang didalamnya
akibat pembabatan hutan, legal maupun illegal dan lain-lain.
Solusi permasalahan bencana banjir
dapat dilakukan dengan membuat drainase yang baik, sewr system, pembangunan
waduk dan kanal, membuat sumur resapan,membuat lubang biopori dan lain-lain.
3.2. Saran
Bencana banjir merupakan persoalan
bersama sebaiknya dilakukan kebijakan strategis untuk menyelesaikan persoalan
banjir ini, serta diperlukan koordinasi yang baik antar pemerintah pusat dan
juga pemerintah daerah dalam menyatukan persepsi dan mencari solusi tentang
persoalan banjir. Sehingga diharapkan akan tercipta solusi yang baik dalam
penanganan masalah banjir tersebut.
Selanjutnya diperlukan kesadaran
masyarakat akan pentingnya lingkungan dan darah aliran sungai sehingga
masyarakat tidak akan membuang sampah dan limbah rumah tangga ke badan sungai
yang menyebabkan penyempitan badan aliran sungai tersebut. Selanjutnya di
perlukan tata ruang dalam pembangunan kota yang baik dan terus mempertahankan penghijauan
lingkungan yang ada karena sangat penting bagi perespan air.
0 komentar:
Posting Komentar